Enam hingga tujuh juni 2014 yang lalu, Formica telah menyelesaikan pendidikan lanjut Vetpagama yang kedua yaitu fauna. Pendidikan lanjut fauna ini bertujuan sebagai pengenalan terhadap konservasi satwa liar melalui penelitian dan pengamatan yang dilakukan terhadap satwa liar tersebut. Divisi fauna di Vetpagama sendiri difungsikan untuk fokus pada konservasi satwa liar. Pendidikan lanjut formica kali ini memilih Macaca fascicularis atau yang lebih dikenal sebagai monyet ekor panjang sebagai objek pengamatan. Mengingat banyak spesies tersebut yang hidup di dalam kandang dan dikomersilkan oleh manusia, kami mencoba mengangkat perbedaan tingkah laku antara monyet yang ada di dalam kandang dan yang hidup liar di habitat aslinya, serta mencari parasit yang ada di dalam fesesnya.

Persiapan telah kami lakukan sejak beberapa minggu sebelum pelaksanaan, termasuk penentuan lokasi pengamatan. Kami memilih kampus FKH UGM (halaman laboratorium diagnostik FKH UGM) sebagai lokasi pengamatan monyet yang ada dalam kandang dan Tlogo Putri (Taman Nasional Gunung Merapi) sebagai lokasi pengamatan monyet liar. Untuk dapat melakukan pengamatan di Tlogo Putri kami terlebih dahulu harus mendapat izin dari petugas setempat.

Waktu pengamatan dalam satu hari dibagi menjadi 3 sesi, yakni pagi, siang dan sore. Pengamatan di kampus FKH UGM dilaksanakan pada hari jum’at, 6 juni 2014, dimulai pada pukul 07.00 WIB. Kami memutuskan untuk menggunakan tiga metode pengamatan, yaitu Focal sampling untuk pengamatan individu, Instaneous sampling dan Scan sampling untuk pengamatan kelompok. Tiap metode membutuhkan waktu rata-rata 15 menit. Keesokan harinya kami melanjutkan pengamatan di Tlogo Putri, butuh waktu 45 menit dari Sekretariat Vetpagama untuk mencapai lokasi ditempuh menggunakan sepeda motor. Disini, sesi dan metode pengamatan yang digunakan sama. Tlogo putri merupakan area taman nasional sehingga banyak warga yang sering berkunjung dan memberi makan monyet yang ada disana secara langsung. Mereka sangat antusias, mengingat semakin menipisnya persediaan makanan alami. Tak lupa mengumpulkan beberapa sample feses untuk dilakukan pemeriksaan parasit. Hasil pengamatan dikumpulkan dan diseleksi untuk selanjutnya diolah.

Setelah data diolah, ditemukan adanya cacing Trichuris sp dan telur cacing cestoda, ketiga parasit ini sering ditemukan menginfeksi monyet ekor panjang. Hasil tingkah laku yang tidak jauh berbeda antara monyet di dalam kandang dengan yang hidup di alam liar. Perbedaan terdapat pada prosentase aktivitas dan tingkat keaktifan dari kedua monyet yang hidup di lingkungan berbeda.

Satwa liar bisa dengan bebas mengekspresikan sifat alamiahnya, habitat asli tetaplah menjadi lingkungan yang baik untuk bertumbuh sehingga kita sebagai manusia perlu menjaga habitat alamiah mereka, tidak hanya monyet namun juga satwa liar lain. Agar ekosistem alam tetap terjaga dan kelak anak cucu masih tetap dapat menikmati keanekaragaman hayati dunia.

Categories: Artikel

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.